PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN PRANCIS DAN INDONESIA
PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN PRANCIS DAN INDONESIA
(Tinjauan Pustaka Analisis Jenjang dan Kurikulum Pendidikan Prancis dan Indonesia)*
MIFTAHUL JANNAH**
1.Pendahuluan
Dalam menghadapi masa depan, banyak di antara negara maju dan yang belum maju, telah mengidentifikasi problema kependidikan masing-masing. Problema yang mereka temukan pada dasarnya terletak pada sistem dan metoda apa dan bagaimana agar pendidikan yang mereka selenggarakan itu mampu berperan efektif dan efisien dalam mempersiapkan generasi mudanya di masa depan.
Mereka sepenuhnya menyadari bahwa kedudukan generasi muda di negara masing-masing adalah sangat strategis bagi pelestarian dan pengembangan cita-cita dalam rangka memperkokoh eksistensi dan kemajuan negara dan bangsa. Oleh karena itu permasalahan pembinaan generasi muda benar-benar menjadi pusat perhatian pemerintah masing-masing agar tunas-tunas bangsa memiliki kualitas hidup dan kehidupan lebih tinggi mutunya dalam segala bidang, tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga dalam bidang mental dan moralitas.
Untuk mencapai kualitas yang tinggi dalam hidup dan kehidupan itu, satu-satunya jalan ialah mengusahakan peningkatan mutu dan kedayagunaan serta kehasilgunaan kependidikan. Berbicara soal mutu, berarti harus dikaitkan dengan masalah tuntutan hidup masyarakat yang senantiasa cenderung makin maju sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Itulah sebabnya, sistem dan pola pendidikan nasional masing-masing negara juga harus lentur terhadap tuntutan demikian, terutama kurikulum dan metoda kependidikannya, beserta pendidik-pendidiknya harus peka dan tanggap terhadap aspirasi dari tuntutan kemajuan itu (Arifin,2003:66).
Dapat pula dikatakan bahwa dalam proses pembangunan nasional atau suatu negara menjadi negara yang maju dan modern, sistem pendidikan menjadi sangat dominan perannya. Namun pendidikan bukanlah barang yang mudah dan murah. Untuk mengembangkan sistem pendidikan, apalagi sistem pendidikan modern, diperlukan sumber daya dan dana yang tinggi. Untuk penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diperlukan untuk pengembangan industri, diperlukan dalam proses perindustrian juga tidak terlepas dari tersedianya biaya dan dana yang besar.
Jadi nampaknya terdapat hubungan kausal antara sistem pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi modern, proses perindustrian dan kekayaan serta kemakmuran negara/masyarakat. Tampak pula bahwa sistem pendidikan adalah merupakan titik sentralnya. Oleh karena itu pendidikan di negara-negara modern sangat relevan dan diperlukan bagi negara-negara yang sedang berkembang dan membangun, seperti halnya Indonesia sekarang ini. Tentunya masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara modern tersebut, dalam menumbuhkembangkan sistem pendidikan nasionalnya, dan cara-cara pemecahannya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sistem pendidikan tersebut, akan sangat berarti bagi pengembangan sistem pendidikan nasional kita sekarang.
Menurut Tadjab (1994), studi perbandingan akan menjadikan sistem pendidikan nasional negara Perancis, Inggris dan Amerika Serikat sebagai sasaran studi. Sistem pendidikan negara Perancis misalnya, dianggap sebagai wakil istimewa dari tradisi pendidikan daratan Eropa dengan seleksinya yang keras di bidang pendidikan menengah.
Yang menjadi pusat perhatian dalam studi ini, hanyalah beberapa aspek penting dari sistem pendidikan negara Prancis. Pertama-tama akan ditinjau tentang sejarah pendidikannya secara singkat; penjenjangan pendidikanya, kewajiban belajar, dan akan dibahas pula tentang kurikulumnya.
2.Sejarah Pendidikan Prancis
Sebagaimana juga negara-negara lain yang mempunyai sejarah panjang, Prancis memiliki sistem pendidikan yang sudah sangat melembaga dan selalu berupaya melakukan reformasi. Sejarah menceritakan kenapa Prancis sangat bersifat sentralistis dan birokratis dalam bentuk pemerintahan dan pendidikannya. Dunia sepertinya telah membangunkan raksasa tidur (sleeping giant) kata J.C.Eicher (1995) karena, (1) pembukaan sekolah menengah dan universitas bagi siswa-siswa baru, yang mayoritas berasal dari kelompok sosial yang dulunya tidak pernah dapat tempat; (2) karena adanya reformasi yang terus-menerus yang selama ini tidak bisa diterima oleh pihak-pihak penguasa (Syah Nur, 2001: 200).
Perancis adalah tergolong negara yang telah maju industrinya dari antara negara maju di Barat lainnya. Problema-problema yang dirasa belum dapat diselesaikan secara tuntas adalah yang menyangkut masalah kependidikan dari abad ke abad.
Sebelum pecah revolusi tahun 1789, pendidikan di Perancis berada di tangan Gereja Katholik atau yang berkaitan dengan Gereja. Sejak permulaan abad ke 18 boleh dikatakan masyarakat/bangsa Perancis secara kultural terbagi dua golongan yaitu:
1.Golongan Katholik yang pada umumnya tradisional.
2.Golongan sekuler yang berjiwa revolusioner (Tadjab,1994:98).
Sistem kependidikan berubah dari satu kurun waktu sebelum Perang Dunia II sampai sesudah Perang Dunia II. Akan tetapi sampai sekarang yang dijadikan prinsip kependidikan di Perancis ialah cetusan ide revolusi tahun 1789 yang berintikan pada semboyan politik revolusi yaitu: Liberte, Egalite dan Fraternite (kebebasan, persamaan dan persaudaraan) (Arifin,2003:84).
Namun semboyan yang ideal itu bagi rakyat Perancis tidaklah mudah untuk direalisasikan dalam program pendidikan, akibat kurang adanya kesamaan langkah dari kalangan pemimpin masyarakat dan pemerintahan.
Pada tahun-tahun permulaan revolusi, para pemimpin revolusi merasa curiga terhadap kaum gereja Katholik, yang dianggapnya anti revolusioner. Ditakutkan oleh mereka, bahwa anak-anak yang diasuh di sekolah-sekolah yang kebanyakan di bawah pimpinan Gereja itu, kelak akan menjadi orang-orang anti republik. Sebenarnya para pemimpin revolusi itu bukanlah anti, karena sebagian besar adalah anggota Gereja itu sendiri; yang dilawan oleh mereka adalah kekuasaan yang selama itu dipegang oleh kaum klerik (pejabat-pejabat Gereja) atas politik dan pendidikan (Tadjab,1994:98).
Kaum republik yang menghendaki berdirinya suatu sistem pendidikan yang “bebas dari pembayaran uang sekolah, terbuka untuk semua dan bersifat sekuler”. Mengenai dasar-dasarnya dimaksudkan agar sistem pendidikan itu bersifat republiken dan dalam soal keagamaan bersifat netral. Yang ingin ditanamkan dalam jiwa anak-anak adalah jiwa revolusioner dan nasional. Kaum Katholik tidak setuju akan sekolah umum yang demikian itu dan dianggapnya sebagai lembaga yang “tak berTuhan”. Dengan demikian terjadilah persaingan antara sekolah-sekolah pemerintah yang bercorak sekuler itu dengan sekolah-sekolah Gereja (Tadjab,1994:98).
Ide pendidikan yang bersifat sentralisasi, timbul atas usul Condercet tahun 1792, agar diadakan suatu sistem pendidikan untuk semua orang, disebar luas di seluruh commune, yang akan merupakan dasar bagi suatu piramida susunan pendidikan dengan universitas-universitas dan Kementrian Pendidikan umumnya sebagai puncaknya(Tadjab,1994:98).
Pada tahun 1808 Napoleon Bonaparte mengambil alih masalah pengelolaan kependidikan di negerinya dengan mendirikan apa yang disebut “Universitie Imperiali de France” (Universitas Kerajaan Perancis), yang pengertiannya berbeda dengan arti universitas pada umumnya. Karena istilah itu mengandung arti pembagian wilayah Perancis menjadi “daerah-daerah kependidikan” yang masing-masing disebut “Academic” yang memiliki satu universitas sebagai pusatnya. Presiden universitas itulah yang mengepalai daerah kependidikan yang disebut “academic” yang menjadi bawahan langsung dari kantor pusatnya di Paris (Arifin, 2003:84).
Dengan demikian, academic mempunyai satu universitas sebagai pusatnya, dan Presiden universitas inilah yang bertanggu jawab atas segala sesuatu yang berkenaan dengan pendidikan, pengajaran menengah tinggi.
Menurut Tadjab, monopoli pendidikan oleh negara, yang dimulai oleh Napoleon ini berakhir tahun 1850, dengan diperkenankannya perguruan-perguruan swasta berdiri. Dimana sampai saat ini ciri dan jiwa organisasi ciptaan Napoleon masih terus berlaku, dan sistem sentralisasi inilah yang merupakan ciri yang paling khas dari sistem pendidikan Prancis. (Tadjab,1994:99)
3.Jenjang Pendidikan Prancis
Tujuan utama pendidikan Perancis pada mulanya adalah untuk meningkatkan nasionalisme. Upaya peningkatan nasionalisme ini dilakukan melalui sekolah dengan mempromosikan buku-buku teks yang seragam isinya antara lain menekankan perlunya melanjutkan negara Perancis yang sudah ada semenjak rezim lama (kerajaan) dan pembentukan sistem baru bersifat sentralistis yang ketat.
Hampir seluruh sistem pendidikan formal di Perancis dilaksanakan secara tersentralisasi yang ketat dan dikontrol oleh Kementerian Pendidikan. Jenjang pendidikan di negara Perancis terdiri atas tiga jenjang, yaitu:
1.Pendidikan Dasar (pra-sekolah dan sekolah rendah).
2.Pendidikan Menengah.
3.Pendidikan Tinggi (Tadjab,1994:99).
Kurikulum Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Prancis
1. Pendidikan Dasar Prancis
Prancis Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) yang pendidikannya adalah gratis, wajib dan tidak membedakan aliran keagamaan, terdapat dua jenis pendidikan pararel; sekolah umum pemerintah dan sekolah-sekolah menengah kecil yang disebut “lycees”. Yang terakhir ini sering menampung murid-murid yang berasal dari kelas menengah borjuis, yang selalu keberatan mengirimkan anak-anaknya ke sekolah yang sama bersama anak-anak rakyat biasa.
Dari umur 6 sampai 11 tahun anak-anak memasuki sekolah rendah. Pelajaran di tingkat ini sama bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan. Namun sebelum memasuki sekolah rendah itu, anak-anak memasuki pendidikan pra-sekolah, yang disebut ”ecoles maternelles” atau sekolah ibu, mulai umur 2 tahun. Pusat perhatian pendidikan pra-sekolah ini, adalah perkembangan fisik, intelek dan moral anak. Untuk mencapai tujuan tersebut kurikulumnya terdiri atas gerak badan, bermain-main, bernyanyi, menggambar dan melukis serta membuat barang-barang dengan tangan; dan diadakan latihan observasi terhadap benda-benda yang ada disekitar lingkungan anak (Tadjab,1994:100).
Pada tahun terakhir anak-anak pra-sekolah mulai diperkenalkan dengan pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan rendah dibagi atas 3 bagian, yaitu:
1.Persiapan, bagi anak yang berumur 6 sampai 7 tahun.
2.Elementer, bagi anak yang berumur 7 sampai 9 tahun.
3.Pertengahan, bagi anak yang berumur 9 sampai 11 tahun.
Kurikulum pendidikan rendah terdiri atas: bahasa Prancis, membaca dan menulis, berhitung, sejarah dan ilmu bumi, pelajaran budi pekerti dan kewarganegaraan, dasar-dasar ilmu pasti dan alam, dasar-dasar menggambar, pekerjaan tangan, bernyanyi dan gerak badan (Tadjab,1994:100).
Pendidikan Menengah Prancis
Pendidikan menengah di Prancis, dimulai dengan memasuki kelas percobaan (cycle d’observation), yang pada masa lalu, melalu seleksi yang ketat; tetapi sekarang semua yang lulus sekolah dasar negeri yang memenuhi syarat dapat memasuki kelas ini tanpa seleksi. Yang diterima pada kelas percobaan ini ialah anak yang berumur paling sedikit 11 tahun dan tidak lebih dari 12 tahun (Tadjab,1994:100).
Setelah anak menyelesaikan cycle d’observation yang lamanya 2 tahun ini, terbukalah 5 jenis pendidikan bagi anak sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Jenis pertama adalah Pendidikan Penutupan, yang lamanya 3 tahun dan tidak ada lanjutannya. Kurikulumnya adalah merupakan lanjutan dari pendidikan umum sekolah dasar dan ditambah dengan mata pelajaran praktis untuk kehidupan sehari-hari. Pendidikan ini dimaksudkan bagi anak-anak yang bakatnya paling tipis dan yang kemampuan intelektualnya paling rendah. Dengan berlakunya Undang-undang wajib belajar sampai umur 16 tahun, maka pendidikan ini di akhiri dengan ujian dan ijazah pendidikan wajib. Jenis kedua adalah Pendidikan Umum Pendek, yang disebut juga dengan sekolah Menengah Umum, yang lamanya 3 tahun. Lulusan pendidikan umum ini, dapat memasuki jabatan-jabatan yang tidak bersifat teknis dan bisa memasuki Sekolah Normal (Guru). Jenis ketiga adalah Pendidikan Kejuruan Pendek, yang diberikan dalam Sekolah Menengah Kejuruan, yang lamanya 4 tahun. Pendidikan ini dimaksudkan bagi anak-anak yang berbakat teknis. Disamping memperluas pendidikan umum, pendidikan ini meliputi latihan teori dan praktek dalam suatu kejuruan dan juga diberikan spesialisasi agak mendalam. Jenis keempat adalah Pendidikan Kejuruan Panjang, yang diperuntukan bagi mereka yang berbakat teknis yang mempunyai kemampuan intelektual tinggi. Pendidikan ini terdiri dari pendidikan agen teknik, selama 4 tahun dan pendidikan ahli selama 5 tahun. Jenis kelima adalah Pendidikan Umum Panjang, yang menyiapkan anak atau lulusannya untuk memasuki pendidikan tinggi. Lama pendidikannya adalah 7 tahun, termasuk masa penentuan jurusan (kelas percobaan) (Tadjab,1994:100).
Pendidikan Tinggi Prancis
Jenjang pendidikan tinggi, diberikan di universitas-universitas. Universitas Sarbonne di Paris adalah Universitas Pusat. Disetiap academie ada sebuah universitas sebagai pusat. Setiap universitas, baik di pusat, maupun yang di academie-academie, terdiri dari sejumlah fakultas. Suatu universitas dapat juga meliputi lembaga-lembaga yang meliputi suatu akademi dalam ilmu-ilmu tertentu. Fakultas atau institut penelitian atau sekolah tinggi yang menjadi bagian dari suatu universitas, mempunyai otonomi yang luas; dan mempunyai fasilitas-fasilitas sendiri seperti laboratorium dan perpustakaan. Universitas Paris misalnya; mempunyai lebih dari 100 perpustakaan khusus dalam bidang-bidang tertentu dan tersebar di berbagai tempat (Tadjab,1994:101).
Pendidikan Tinggi (universitas), dibagi dalam 3 cycle, masing-masing 2 tahun lamanya dan diakhiri dengan ujian.
1.Cycle pertama mengenai ”science” terdiri dari 4 jurusan yang dapat dipilih
mahasiswa. Kalau lulus ujian pada cycle science ini, mahasiswa mendapat ijazah
D.U.E.S. dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke institusi lain, atau akan
terus belajar pada universitas yang sama.
2.Cycle kedua mengenai kesenian, mempunyai 5 jurusan, untuk mahasiswa yang tidak
ingin menjadi guru. Yang lulus ujian akhir cycle kesenian ini mendapat ijazah
D.U.E.L.
3.Cycle ketiga, ditujukan untuk menghasilkan para peneliti dengan gelar
”maitreise”. Bagian science terdiri dari 12 jurusan. Selama cycle ini, mahasiswa
bagian science harus mendapatkan 4 ijazah (2 ijazah) setiap tahun, sedangkan
bagian kesenian 2 ijazah. Untuk mendapatkan gelar ”maitrase” seorang mahasiswa
harus membuat thesis; pada akhir tahun ketiga diberi ijazah ”licence”, yang
menghendaki pengkhususan dalam satu atau dua mata pelajaran di sekolah. Ijazah
untuk menjadi guru Lycee diperoleh setelah menamatkan IPES (Institut de
Preparation Aux Enseignenments Du Second Degree), dan menempuh ujian negara yang
diadakan tiap tahun dan bersifat kompetitif dan selektif. Pada akhir cycle ketiga,
mahasiswa yang lulus ujian, mendapat gelar doktor (Tadjab,1994:102).
Sekolah normal diadakan untuk pendidikan guru, yang disebut ”Ecole Normale”. Sekolah Normal ini dalam setiap wilayah (academie) ada dua buah, satu untuk pria dan lainnya untuk wanita yang diterima adalah anak-anak berumur antara 15-17 tahun dan lulus ujian masuk; mereka sekurang-kurangnya harus sudah tamat kelas III sekolah menengah. Lama belajarnya 4 tahun, 3 tahun pertama untuk melengkapi pendidikan calon guru sampai tingkat baccalaureat dan pada tahun keempat untuk pendidikan keguruan serta prakteknya. Sedangkan untuk sekolah guru menengah (lycee) harus mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi dan IPES sebagaimana telah dikemukakan. Beberapa lulusan menengah yang terbaik dalam ujian masuk, dapat diterima di Sekolah Normal Tinggi (Ecole Normale Superieur), yang merupakan salah satu bentuk ”Grand Ecole” atau sekolah tinggi bukan universitas. Oleh karena lulusan Grand Ecole ini terjamin kedudukannya setelah tamat, bebas uang kuliah, malahan diberi uang pemondokan dan uang saku, maka banyak sekali yang ingin masuk, tetapi tempatnya sangat terbatas; karenanya ujian masuk diperberat.
Jenjang Pendidikan Indonesia
Berdasarkan UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, jenjang pendidikan di Indonesia ada 3 yaitu;
1.Pendidikan Dasar
2.Pendidikan Menengah
3.Pendidikan Tinggi
Kurikulum Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Indonesia
1.Pendidikan Dasar Indonesia
Pendidikan Dasar di Indonesia, dimulai dengan jenjang pendidikan yang pertama yaitu: Pendidikan anak usia dini.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal (UU, Sisdiknas, pasal 28;2003).
Menurut Sisdiknas Pasal 28 ayat 3, Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:
1.Taman Kanak-kanak (TK),
2.Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Di Indonesia Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk:
1.Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat; serta
2.Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain
yang sederajat.
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat; pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal (UU, Sisdiknas, pasal 37:2003).
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah (UU, Sisdiknas, pasal 38;2003).
2.Pendidikan Menengah Indonesia
Di Indonesia pendidikan menengah juga terdiri dari beberapa jenis pendidikan. Pendidikan Menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas:
1. Pendidikan menengah umum, dan
2. Pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk:
1.Sekolah Menengah Atas (SMA),
2.Madrasah Aliyah (MA),
3.Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
4.Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat (UU, Sisdiknas, pasal 18, 2003).
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan menengah umum maupun kejuruan lama pendidikannya 3 tahun (sisdiknas, pasal 15, 2003).
Kurikulum Pendidikan Menengah wajib memuat; pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal (UU, Sisdiknas, pasal 37:2003).
3.Pendidikan Tinggi Indonesia
Jenjang Pendidikan Tinggi di Indonesia terdiri dari beberapa macam dimana, pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (UU, Sisdiknas, pasal 19: 2003).
Perguruan tinggi dapat berbentuk:
1. Akademi,
2. Politeknik,
3. Sekolah tinggi,
4. Institut, atau
5. Universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi (UU, Sisdiknas, pasal 20,2003).
Kerangka dasar dan struktur kurikulum Pendidikan Tinggi di Indonesia dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Dimana kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa.
Analisis Aspek Jenjang dan Kurikulum Pendidikan Prancis dan Indonesia.
Berikut adalah tabel mengenai perbandingan antara sistem pendidikan Prancis dan Indonesia, merujuk pada pembahasan mengenai jenjang dan kurikulumnya.
Berdasarkan tabel diatas jika dilihat pendidikan dasar antara Indonesia dan Prancis terdapat perbedaan dalam hal pembagian jenjangnya, jika di Indonesia pendidikan dasar meliputi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menegah Pertama (SMP) dengan tingkat usia peserta didik 7-15 tahun wajib mengenyam pendidikan, untuk mendukung program pemerintah yaitu, terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara. Sedangkan di Perancis Pendidikan Dasar terbagi lagi dalam 3 tingkatan, di mana sistem pendidikan memiliki aturan untuk menjamin bahwa semua siswa wajib memperoleh satu batang kompetensi dan pengetahuan dalam tujuh domain berikut: Bahasa Perancis, Satu bahasa asing lainnya, Matematika dan ilmu Sastra, Informasi dan Teknologi, Ilmu Sosial dan Kewarganegaraan, Semangat otonomi dan inisiatif.
Berdasarkan tabel diatas pada Pendidikan Menengah, sistem pendidikan antara Indonesia dan Prancis banyak terdapat perbedaan. Untuk pendidikan menengah Indonesia lama pendidikan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 3 tahun. Sementara pada sistem pendidikan Prancis masih terdapat 5 jenis pendidikan bagi siswa yang disesuaikan dengan bakat dan kemampuannya. Lama pendidikan yang ditempuh sesuai dengan jenis pendidikan yang dipilih, rata-rata waktu pendidikan ada yang 3 tahun, 4 tahun bahkan sampai 7 tahun. Ini menunjukan adanya perbedaan antara pendidikan menengah antara Indonesia dan Perancis. Demikian juga pada kurikulumnya di Prancis sudah terspesifikasi dalam satu bidang ilmu yang akan digeluti sesuai dengan kemampuan siswa itu sendiri. Sementara di Indonesia ada dua pendidikan menengah yang bisa dippilih siswa sesuai dengan kemampuannya, baik untuk pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan.
Terdapat perbedaan-perbedaan sistem pendidikan tinggi di Indonesia dan Prancis, di Prancis untuk memperoleh pendidikan tinggi harus mengikuti beberapa tahapan yang pada akhirnya akan mendapatkan gelar setelah mengikuti ujian negara sesuai dengan jurusan yang di pilih mahasiswa sementara mengenai kurikulum pendidikan tinggi secara keseluruhan bersifat sentralisasi yang diatur oleh sebuah komisi nasional pendidikan. Di Indonesia pun demikian juga bahwa pendidikan tinggi terdiri dari berbagai bentuk baik akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas namun pada persoalan kurikulum pendidikan tinggi Indonesia memiliki wewenang dalam hal penyelanggaraan pendidikan, hal ini terlihat pada kurikulum pendidikan tinggi yang dikembangkan oleh perguruan tinggi dengan menagcu pada standar nasional pendidikan. Jadi terdapat perbedaan antara pendidikan tinggi Indonesia dan Perancis terutama dalam hal penyelenggaraan kurikulum.
Kesimpulan
Sistem pendidikan Indonesia dan Prancis pada pembagian jenis dan jenjang pendidikannya hampir memiliki kesamaan mulai dari pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan pra-sekolah dan sekolah dasar, pendidikan menengah yang terbagi dalam pendidikan menengah umum dan kejuruan, dan pendidikan tinggi yang terdiri dari berbagai jenis jurusan, hanya saja terdapat perbedaan dalam tahapan penerimaan mahasiswa pada pendidikan tinggi.
Di Prancis sistem pendidikan bersifat sentralistis, maka pengembangan kurikulum sekolah diatur oleh sebuah komisi nasional beranggotakan terutama anggota korp Inspektur Jendral. Cakupan kurikulum bersifat nasional dan sedikit sekali peluang yang diberikan untuk muatan lokal daerah. Dengan demikian, kurikulum yang dirancang oleh Perancis Departemen Pendidikan Nasional berlaku untuk semua sekolah di Perancis.
Di Indonesia sistem pendidikan Indonesia bersifat desentralisasi, walaupun masih ada hal-hal tertentu yang bersifat sentralisasi, contohnya ujian nasional. Namun pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan, serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
0 komentar:
Posting Komentar